Minggu, 04 September 2016

Mengapa Laki-laki suka selingkuh




http://www.agusyulianto.com/2014/05/mengapa-laki-laki-suka-selingkuh.html?spref=tw

Ga cowok juga. Tapi cewek tetap harus waspada....


Mengapa Laki-laki Suka Selingkuh

Saat mengisi Pengajian Keluarga Sakinah di Mushalla KJRI California bulan Maret 2011 kemarin, seorang ibu bertanya kepada saya dengan penuh semangat, “Mohon Bapak jelaskan, mengapa lelaki suka selingkuh?” Pertanyaan ini amat menggelitik saya, karena mengkaitkan antara “lelaki” dengan “selingkuh”.
Saya menjawab dengan membalikkan pertanyaan, “Benarkah hanya lelaki yang suka selingkuh? Kalau hanya lelaki yang suka selingkuh, lalu ia selingkuh dengan siapa? Apakah selingkuh dengan sesama lelaki?” Tentu saja selingkuh terjadi –secara umum– antara lelaki dan perempuan, terserah siapapun yang memulainya. Yang memulai dan yang agresif, ini sulit dipastikan. Karena biasanya terjadi situasi “panci bertemu tutup”, artinya saling melengkapi. Kedua belah pihak pasti punya andil dalam menciptakan perselingkuhan.
Berbeda dengan perkosaan, perselingkuhan jelas melibatkan hati dan perasaan kedua belah pihak. Artinya, tidak bisa terjadi sepihak, dan tidak ada yang menjadi “korban”, karena terjadi saling suka di antara mereka. Kalau perkosaan, itu terjadinya kehendak satu pihak yang dipaksakan kepada pihak lainnya. Perkosaan juga tidak melibatkan hati dan perasaan, namun lebih kepada pelampiasan nafsu sesaat.
Pertanyaan serupa saya dapatkan saat mengisi Pengajian Keluarga Sakinah yang diselenggarakan oleh Yayasan Insan Cendekia Jayapura, di Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua. Seorang lelaki mengajukan pertanyaan, “Semua orang memiliki peluang untuk melakukan selingkuh. Bagaimana cara menghindarkan diri dari kecenderungan selingkuh?”
Mengapa selingkuh? Ya, ini pertanyaan yang pertama kali harus dijawab.
Tuan-tuan dan Nyonya-nyonya yang saya hormati, selingkuh terjadi disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya adalah:
Pertama, Pelarian dari Kebosanan
Tatkala suami dan isteri melalui kehidupan rumah tangga dengan monoton, mengalir begitu saja bersama waktu, bisa mudah menyebabkan munculnya kebosanan. Tanpa terasa hubungan di antara mereka menjadi kering dan sangat mekanis. Semua terasa hambar, karena terjebak dalam rutinitas dan sekedar melakoni kewajiban serta peran masing-masing.
Kebosanan akan cepat melanda, jika suami dan isteri tidak memiliki cara merawat cinta di antara mereka. Setiap hari berada dalam situasi yang monoton, tanpa ada upaya menciptakan suasana yang berbeda. Oleh karena itu hendaknya suami dan isteri pandai membuat suasana yang menyenangkan setiap harinya. Kebosanan akan mudah hilang apabila setiap hari suami dan isteri menyirami dan memupuk cinta mereka dengan berbagai aktivitas bersama.
Suami bisa bosan melihat penampilan isteri yang tidak pernah berdandan dan monoton dalam penampilan maupun pelayanan. Isteri bisa bosan melihat suami yang tidak pernah memberikan rayuan dan monoton dalam penampilan maupun pelayanan. Saat kebosanan melanda, suami bertemu wanita yang “luar biasa”, karena sangat berbeda dengan penampilan isterinya. Isteri bertemu lelaki yang “luar biasa”, karena berbeda dengan gaya suaminya.
Jika kebosanan sudah melanda rumah tangga, masing-masing akan mudah terpesona oleh orang ketiga yang mampu menyenangkan hati mereka. Suami mendapatkan wanita lain di luar rumahnya, yang mengisi kekeringan hatinya. Isteri mendapatkan lelaki lain di luar rumahnya, yang menyirami kegersangan cintanya. Maka peluang selingkuh muncul dengan lebih mudah.
Tuan-tuan dan Nyonya-nyonya, berhati-hatilah jika sudah mengalami perasaan kebosanan hidup berumah tangga. Segera segarkan suasana rumah tangga anda dan jangan mencari pelarian atau pelampiasan di luar rumah.
Kedua, Pelarian dari Konflik dalam Rumah Tangga
Jika rumah tangga sedang menghadapi situasi konflik berkepanjangan, suasana yang terbentuk sangat tidak menyenangkan. Ada rasa panas setiap kali suami dan isteri bertemu dan berbicara. Mereka berpura-pura menampakkan kemesraan di hadapan anak-anak, namun sesungguhnya hati mereka sangat jauh. Bahkan pada titik yang lebih parah, mereka sudah menampakkan konflik secara terbuka di hadapan anak-anak.
Apabila konflik dibiarkan berkepanjangan tanpa diselesaikan, akan memudahkan suami dan isteri mencari pelarian di luar rumahnya. Suasana yang tidak nyaman dan menegangkan akibat konflik di rumah, membuat suami dan isteri “memaafkan diri” untuk mencari tempat pelarian yang menenangkan hati dan menyenangkan perasaan. Pelarian itu bisa berupa orang ketiga yang bisa menenangkan hati mereka. Dari sini, peluang selingkuh menjadi terbuka lebar.
Tuan-tuan dan Nyonya-nyonya, segeralah selesaikan konflik antara anda berdua, jangan biarkan konflik berlarut-larut tanpa usaha penyelesaian. Segera ambil tindakan untuk berdamai dengan pasangan. Jangan membiarkan konflik menjadi alasan untuk mencari pelarian kepada orang ketiga di luar rumah.
Ketiga, Mendapatkan Tempat Curhat dan Teman Diskusi
Kadang karena alasan kesibukan, suami dan isteri tidak meluangkan waktu untuk bercengkerama, mengobrol, dan bercanda mesra. Bertemu di rumah hanya sebatas rutinitas sebagai suami dan isteri, makan bersama, tidur bersama, tanpa ada waktu untuk bersantai berdua. Jika suasana seperti ini dibiarkan berlama-lama, isteri akan merasa tidak mendapat perhatian, dan tidak mendapatkan tempat untuk curahan hati (curhat). Suami juga merasa tidak mendapatkan teman yang nyaman untuk berdiskusi.
Apabila di luar rumah isteri bertemu lelaki yang bisa menjadi tempat curhat, ia akan merasa sangat nyaman. Apabila suami bertemu dengan wanita yang enak diajak berdiskusi, ia akan sangat merasa nyaman. Jika suasana ini dibiarkan berlama-lama, akan membuka peluang yang semakin besar untuk terjadinya perselingkuhan.
Tuan-tuan dan Nyonya-nyonya, perhatikan pesan saya ini: para suami harus menjadi tempat curhat yang baik bagi isterinya, dan isteri harus menjadi teman diskusi yang baik untuk suaminya. Anda berdua tidak perlu mencari tempat curhat dan teman untuk mendiskusikan problem keluarga anda di luar rumah. Selesaikan “secara adat” di dalam rumah anda sendiri.
Keempat, Menemukan Harapan
Setiap manusia pasti memiliki harapan. Suami memiliki sejumlah harapan kepada sang isteri, demikian pula isteri memiliki sejumlah harapan kepada suami. Seringkali harapan itu tidak mereka diskusikan, tidak mereka pertemukan, tidak mereka ungkapkan. Menjadi endapan saja dalam perasaan. Ketika harapan tersebut tidak menjadi kenyataan, hati mudah kecewa. Suami kecewa dengan kondisi isteri yang tidak sesuai harapan. Isteri kecewa dengan kondisi suami yang jauh dari harapan.
Pada kondisi tengah merasa kecewa karena harapan mereka tidak kesampaian, suami menemukan wanita yang bisa memenuhi harapannya. Demikian pula isteri menemukan lelaki yang memenuhi harapannya. Hati suami berbunga-bunga dan sangat bahagia menemukan wanita lain yang sesuai harapan yang diinginkan. Hati isteri demikian bahagia menemukan lelaki lain yang bisa memenuhi harapannya. Apabila hal ini sengaja mereka biarkan terjadi, akan semakin memudahkan jalan menuju perselingkuhan.
Oleh karena itu, suami dan isteri harus saling mendialogkan harapan kepada pasangan. Apabila suami dan isteri mengerti harapan pasangan kepada dirinya, ia akan berusaha untuk memenuhinya dengan sukarela. Namun apabila harapan itu hanya didiamkan saja tanpa pernah didialogkan kepada pasangan, masing-masing merasa tidak ada yang kurang dari dirinya. Masing-masing merasa telah memenuhi harapan pasangannya. Bisa juga masing-masing kecewa diam-diam saja, karena melihat harapan tidak didapatkan dari pasangannya.
Tuan-tuan dan Nyonya-nyonya, temukan harapan pada pasangan anda. Jangan berusaha mencari-cari, dan akhirnya menemukan, harapan dari orang ketiga di luar rumah, yang justru hanya memperparah persoalan anda.
Kelima, Komunikasi dan Interaksi yang Berlebihan
Hati manusia mudah sekali mendapatkan pengaruh, positif maupun negatif. Apabila seorang suami rajin menjalin komunikasi dan interaksi yang rutin serta intensif dengan wanita lain, akan memudahkan baginya untuk merasakan kecenderungan hati kepada wanita itu. Demikian pula apabila seorang isteri menjalin komunikasi dan interaksi secara rutin dan intensif dengan lelaki lain, akan mudah baginya merasa cenderung dengan lelaki tersebut.
Komunikasi dan interaksi yang rutin dan intensif menjadi pintu munculnya berbagai perasaan hati antara lelaki dan perempuan. Bukan hanya bagi lelaki dan wanita lajang, namun juga terjadi pada mereka yang sudah berkeluarga. Oleh karena itu, komunikasi dan interaksi harus memiliki batasan. Jika dalam konteks pekerjaan, maka batasi komunikasi dan interaksi tersebut sebatas urusan pekerjaan. Jika dalam konteks persahabatan, batasi komunikasi dan interaksi sewajarnya sebagai sahabat. Tidak lebih dari itu.
Demikianlah di antara penyebab munculnya perselingkuhan. Semua bermula dari kondisi yang ada di dalam rumah tangga, orang lain di luar rumah itu hanya “pemeran tambahan” saja. Pemeran utamanya tetap kondisi suami dan isteri dan relasi mereka dalam kehidupan keluarga. Maka jaga selalu hubungan anda dengan pasangan. Berbuatlah yang terbaik untuk pasangan. Bahagiakan pasangan. Jangan sakiti hati dan perasaan pasangan. Jangan khianati kesetiaan pasangan.
Tuan-tuan dan Nyonya-nyonya, percayalah kepada saya, jika cinta selalu anda rawat dalam kehidupan rumah tangga, jangan khawatirkan pasangan anda akan selingkuh. Jangankan selingkuh, berpikir untuk selingkuh pun tidak.
 
 
Oleh : Cahyadi Takariawan (Pak Cah)
Sumber : http://www.fimadani.com/mengapa-laki-laki-suka-selingkuh/

Senin, 07 April 2014

Dharma Hindu Bali

 https://www.facebook.com/DharmaHinduBali/photos/a.230757910447157.1073741828.230503790472569/230889707100644/?type=1

Om Swastiastu,

Sebelum membahas lebih lanjut Dharma Hindu Bali, ada baiknya diketahui lebih dahulu 3 Orang yang adalah peletak dasar-dasar Dharma Hindu Bali, yakni;

IDA RSI MARKENDYA
IDA MPU KUTURAN
IDA PEDANDA SAKTI WAWU RAUH / DHANGHYANG NIRARTA

Berbicara tentang tokoh disini yang dimaksud adalah tokoh spritual, tokoh agama, tokoh rokhaniawan, yang memiliki andil membangun atau menata Bali sehingga menjadi pulau yang tertata rapi. Sebenarnya banyak sekali tokoh seperti tersebut di atas yang mempunyai andil dari jaman dahulu, namun disini akan saya tulis tiga tokoh saja, sebab tiga tokoh inilah yang paling menonjol perannya. Kalau pembaca nanti mengetahui ada tokoh penting lagi selain ini, nanti pada kesempatan yang lain kita bicarakan.

Adapun tokoh-tokoh tersebut adalah;

I.Ida Rsi Markendya.

Beliau adalah seorang tokoh Hindu beraliran Siwa, menurut cerita orang Beliu berasal dari India Selatan. Beliau inilah yang datang ke Bali menata Bali dengan menanam Panca Datu di Pura Besakih, dan Beliau pula menata sistim kemasyarakatan yang sekarang ada kita warisi berupa banjar, desa pakraman dalam perjalanannya beliau. Jadi Ida Rsi Markendya merupakan tokoh yang sangat penting kita harus ketahui dan kita sucikan serta kita hormati. Peninggalan Beliau sekarang banyak ada di Bali salah satunya adalah; Pura Gunung Lebah di Campuhan Ubud Gianyar, Pura Gunung Raung di Desa Taro, Payangan, Gianyar. sistem subak, banyak lagi jasa-jasa Beliau di Bali yang ada kaitannya dengan pembangunan fisik dan pembangunan moral.

II. Ida Mpu Kuturan.

Setelah Ida Rsi Markendya Moksa, maka selanjutnya sejalan dengan perjalanan sejarah, maka datanglah Ida Mpu Kuturan ke Bali. Kedatangan Beliau ke Bali melanjutkan dan memperkaya konsep yang telah di bangun sebelumnya oleh tokoh terdahulu (Ida Rsi Markendya), misalnya kedatangan Mpu Kuturan ke Bali menambah konsep Merajan (Rong Tiga/kemulan), adanya pura kahyangan tiga di setiap desa adat dan menambah dengan konsep pelinggih berupa meru. Banyak lagi. Yang paling penting adalah jasa Beliau Mpu Kuturan menyatukan sekta-sekta yang ada di Bali menjadi satu kesatuan berupa Agama di Bali yang kita warisi sampai sekarang. Peninggal itu ada berupa pura besar yaitu Pura Samuan Tiga, di Desa bedulu, Kecamatan Blahbatuh, Gianyar.

III. Ida Pedanda Sakti Wawu Rauh / Dhanghyang Nirarta

Beliau juga sangat terkenal dengan panggilan Ida Dang Hyang Dwijendra atau Dang Hyang Nirarta. Ini adalah Tokoh terakhir yang datang ke Bali yang ikut memberi andil dibidang pembangunan Bali berkisar antara abad ke-15/16, Beliau sangat menghormati pendahulunya, sehingga konsep apa yang ditanamkan oleh pendahulunya Beliau melanjutkan dan memperkaya lagi dengan sebuah konsep Padma, sehingga kita mengenal bangunan ( pelinggih ) Padmasana.

Kedatangan Beliau ke Bali membawa misi:
"tetap menegakan ajaran agama Hindu di pulau yang kecil ini, dengan menata kehidupan orang Bali yang belum ditata oleh pendahulunya".

Sehingga sampai sekarang banyak sekali Tempat Suci tempat memuja Beliau, yang posisi pura itu kebanyakan di tepi pantai, tak ubahnya seperti memagari pulau bali ini, ( Baca lontar Dwijendratattwa.)

Jadi ketiga tokoh inilah yang menata Bali dengan sangat apik dan rapi sehingga Hindu bisa bertahan ada sampai jaman Globalisasi sekarang ini, tidak terlepas pula dari tokoh yang lain yang mungkin datang terlebih dahulu, namun pada saat ini kita akan fokus pada perjuangan tiga tokoh ini. Suatu hal yang yang penting kita harus pahami dan praktikan cara berpikir Beliau-Beliau itu adalah;

Menghormati hasil karya pendahulunya, dan melanjutkan serta menambah dengan tidak merusak yang telah ada sebelumnya. Walaupun rentang waktu keberadaan Beliau-Beliau itu sangat panjang sekali, namun pemikiran yang amat berlian itu telah tercermin ada di jaman yang belum ada komputer.

Dari hasil karya Beliaulah muncul julukan-julukan untuk Bali antara lain; Bali Pulau Dewata, Bali Pulau Seribu Pura, Bali Pulau Sorga, Bali pulau Damai dsb. Maka dari itulah kita sekarang yang paling bertanggung jawab untuk dapat melestarikan hasil karya leluhur kita itu.

Setelah kita mati secara pelan-pelan, maka konsep kehidupan yang damai sangat banyak berserakan di pulau Bali ini, yang mana semua itu adalah hasil karya Beliau-Beliau tadi. Untuk itu marilah kita pahami dan kita hayati pelan pelan pula agar Bali bisa bertahan ajeg dapat dinikmati oleh anak, cucu kita nanti. Saya sendiri sering bertanya kepada diri saya sendiri dengan pertanyaan seperti ini; UNTUK APA KAU MEYAKINI IDA DHANGHYANG DWIJENDRA SEBAGAI LELANGITMU?

Jawaban inilah yang sedang saya cari, dan untuk menjawab inipun tidak bisa minta iawaban kepada orang lain. Pertanyaan seperti inilah membangkitkan perasaan saya lebih mencintai Bali dalam artian yang luas. Mudah-mudahan saudara- saudara juga mau menanyakan diri saudara sendiri dengan pertanyaan seperti itu dan menjawabnya sendiri.

Om, Santih, Santih, Santih, Om

(Sumber: Dharma Hindu Bali | Agama Hindu Bali, Ida Bagus Ketut Gede, Gerya Telaga Tegal Pemecutan Kelod, Denpasar dan Ida Pedanda Gede Made Gunung, Griya Purnawati, Blahbatuh, Gianyar)

Kamis, 13 Maret 2014

Ajaran Siwa Pasupata dan Buda Mahayana. Pelaksanaan Pagerwesi & Galungan di Buleleng. Oleh Adnyana Ole.

Ajaran Siwa Pasupata dan Buda Mahayana

 http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2003/4/9/bd2.htm
 
TERNYATA bukan hanya antara Buleleng dan kabupaten lain di Bali yang melaksanakan perayaan Pagerwesi secara berbeda. Di Kabupaten Buleleng sendiri juga terdapat perbedaan menonjol dalam menyikapi perayaan Pagerwesi yang jatuh pada Buda Kliwon Sinta ini. Di Buleleng Timur, mulai dari Desa Kalibukbuk hingga Tejakula, dikenal merayakan Pagerwesi secara meriah. Sementara di Buleleng Barat, tepatnya di sebelah barat Desa Kalibukbuk, seperti Kecamatan Banjar, Seririt, Grokgak dan Busungbiu, pelaksanaan upacaranya sama dengan sebagian besar umat di Bali Selatan, merayakan Pagerwesi secara sederhana.
 
Ketua Kelompok Pengkajian Budaya Bali Utara Drs. I Gusti Ketut Simba memaparkan, dari segi tradisi adat dan agama memang dua wilayah di Buleleng, yakni Buleleng Timur yang kerap dikenal dengan sebutan Dangin Enjung dan Buleleng Barat atau Dauh Enjung ini, mempunyai perbedaan yang cukup menonjol. Meski belakangan ini, perbedaan tersebut tidaklah terlalu kentara.
 
Kenapa dua wilayah ini berbeda dalam melaksanakan perayaan Pagerwesi? Di Buleleng Timur, terutama Kota Singaraja, merayakan Pagerwesi secara besar-besaran, sampai memotong hewan piaraan untuk banten soda, punjung dan sejenisnya. Sementara umat di bagian barat merayakannya dengan sangat sederhana. Misalnya, hanya ngaturang canang sari atau canang raka.
 
Setelah dikaji dalam kelompok yang dipimpinnya itu, Simba mendapatkan jejak sejarah yang lumayan panjang. Menurutnya, selama ini Buleleng dikenal sebagai pintu masuknya budaya luar. Atau menjadi transit budaya dan rancang bangun budaya Bali.
 
Ajaran dan budaya yang datang dari berbagai kelompok ras sempat datang ke Buleleng, seperti Timur Tengah, Mesir dan Babilonia. Juga dari Asia seperti India, Tiongkok, Vietnam dan sekitarnya. Menurutnya, invasi ajaran dan budaya itu masuk ke Buleleng sejak awal abad Masehi. Khusus untuk penyebaran agama Hindu, Simba mengatakan, ajaran itu datang dari pedagang dan pengembang agama dari India.
 
Dalam ajaran Hindu ini, menurut Simba, Buleleng mewarisi dua tradisi yang berbeda karena terdapat dua dinasti yang masuk ke wilayah pantai utara Bali ini. Pertama, dinasti pendukung ajaran Siwa Pasupata dari Dinasti Sanjaya dan Sanaha di Jawa Tengah masuk melalui pedagang dan pengembang agama yang masuk di wilayah Buleleng bagian timur. Ajaran itu kemudian dikembangkan Rsi Agastia sehingga menyebar di Bali.
 
Sementara di Buleleng Barat kemungkinan masuknya Dinasti Warman dengan sekte Buda Mahayana. Ajaran ini ternyata bukan hanya berkembang di Buleleng Barat, namun juga melebar ke Bali Selatan. Dari Buleleng Barat ajaran ini meluas ke wilayah perbukitan sampai di Tamblingan, lalu ke Candi Kuning yang ditandai dengan adanya Pura Terate Mas dan lain-lainnya, lalu ke timur menuju Pucak Mangu, kemudian meluas ke Batur, dan ke timur lagi menuju sumber kebenaran hingga ke Besakih.
 
Simba menunjukkan bukti bahwa di Besakih memang menyebar Buda Mahayana dengan adanya upacara piodalan yang tepat pada purnama kadasa. Hari itu, menurutnya, adalah hari Waisak.
 
Beda Itu Kaya
Dengan adanya dua perbedaan ini mana yang harus dikembangkan dan mana yang harus dimatikan? Simba dengan tegas mengatakan kedua-keduanya tak boleh dimatikan. Menurutnya, biarkan saja dua cara merayakan hari agama tersebut berkembang sesuai zamannya. Sebab, perbedaan itu sebuah kekayaan. ''Bhineka adalah suatu khazanah kekayaan agama kita,'' katanya. Sebab, menurutnya, satu tradisi tak bisa dijadikan barometer kebenaran. Keyakinanlah yang menjadi barometer.
 
Hal senada disampaikan Klian Adat Buleleng Made Rimbawa, B.A. Menurutnya, perbedaan yang terjadi dalam pelaksanaan hari-hari raya agama jangan dianggap sebagai sebuah kekurangan di satu tempat dan kelebihan di tempat lain. Adat memang berbeda-beda sesuai desa mawacara dan desa kala patra. Karena perbedaan itula yang membikin adat dan budaya Bali ini jadi lebih kaya. ''Bahkan perbedaan ini juga membuat kita menjadi lebih kuat,'' tandasnya.
 
Seorang mahasiswi dari daerah Banyuasri, Buleleng, mengatakan dirinya sangat menikmati adanya perayaan Pagerwesi yang berbeda dengan daerah lain di Bali. Perempuan yang mengaku bernama Yesi dan sedang menempuh kuliah di sebuah perguruan tinggi di Denpasar ini rela untuk pulang kampung guna mengikuti prosesi upacara Pagerwesi di daerahnya. Pagerwesi di Buleleng, bagi Yesi, adalah hari raya yang unik. Sehari sebelum puncak hari raya, ia bersama keluarga melakukan kegiatan ngelawar, bikin sate dan kuah daging, yang kemudian dilanjutkan dengan sedikit pesta. Lalu tepat pada puncak hari raya, Yesi bersama keluarga mengaturkan punjung ke kuburan. ''Uniknya, bukan hanya kita yang berpesta pada hari raya, tetapi juga leluhur kita,'' katanya.
 
Namun, Yesi melihat perayaan Pagerwesi kali ini tidak semeriah hari raya sebelumnya. Kurang meriahnya perayaan kali ini mungkin disebabkan krisis ekonomi yang masih melanda mesyarakat Indonesia, termasuk juga di Buleleng. Jika dulu orang biasa membeli daging cukup banyak, kali ini cukup membeli sekadarnya di pasar. ''Namun begitu sebagian besar umat masih merayakan dengan semangat. Ini terlihat dari pasar yang selalu ramai menjelang Pagerwesi,'' katanya.

Rabu, 08 Januari 2014

Edo Wira Candra. Sumpah, sakit itu ga enak ya......



https://www.facebook.com/dr.edo.candra/posts/10202829868255804 9 Januari 2014
Mengutip tulisan TS SpOG yg bertugas di RSUD dr Soetomo (PPK III) : MAAF, INI BUKAN SALAH KITA.....

Akhirnya, yang saya takutkan terjadi juga. Saya 'harus' bertemu dengan pasien BPJS, yang ternyata adalah istri dari seorang teman sejawat dokter umum.

Pasien primigravida, datang jam setengah empat sore ke UGD dengan keluhan ketuban pecah dan letak lintang. Pasien tidak pernah ANC di saya. Setelah dihitung, usia kehamilannya masih sekitar 35 minggu. ANC terakhir adalah sebulan yang lalu di SpOG yang lain. Dari anamnesis, ternyata si pasien punya riwayat gula darah tinggi. Itu saja yang bisa saya gali (sungguh hal tidak menyenangkan bagi seorang SpOG bila 'kedatangan" pasien yang tidak pernah ANC kepadanya ok harus meraba2 masalah pada pasien).

Dan episode berikutnya, adalah episode2 yang harus membuat saya menangis tak terperikan dalam hati. Pasien saya rencanakan SC cito. Pertanyaan yang pedih ketika dokter jaga menghubungi saya,"dokter mau mengerjakan pasien BPJS?". Pedih, karena semua sejawat SpOG pasti tahu nominal biaya paket SC. Sekitar 3-4 juta. Itu total Jenderal, sudah termasuk sewa OK, obat bius, benang benang jahit, perawatan di ruangan, infus dan obat di ruangan. Lalu berapa honor yang harus diterima seorang SpOG? Tergantung. Yah, tergantung sisa hal2 di atas. Bisa saja cuma 60 ribu seperti yang pernah dialami sejawat saya.

Tapi, bukan itu yang membuat saya pedih. Toh, selama ini, kami para dokter sudah biasa mendiskon pasien, menggratiskan pasien dll. Yang membuat pedih adalah pertanyaan itu. Ini soal hati nurani. Apa mungkin saya menjawab tidak???
Pedih berikutnya, adalah ketika saya harus menunggu satu jam lebih untuk mendapatkan kepastian jadi tidaknya pasien ini operasi. Katanya, masih menunggu proses administrasi BPJS yang katanya online nya sedang lemot. Dan benar2 hati saya harus deg2an bercampur pedih itu tadi. Mau menunggu sampai kapan.Sampai jadi kasus kasep? Sementara urusan administrasi bukan wewenang kami para dokter.

Setelah dengan sedikit pemaksaan, pasien akhirnya bisa sampai di kamar operasi. Lagi2 saya harus pedih. Berdua dengan sejawat anestesi, kami harus berhemat luar biasa. Saya sibuk berhemat benang, dan dia sibuk memilihkan obat bius yang murah meriah. Aduhai, operasi yang sama sekali tidak indah buat saya....

Selesaikah pedih saya? Ternyata belum. Pasca operasi, saya dihubungi apotek. "Dok maaf, obat nyeri nya tidak ditanggung, obat untuk mobilitas usus juga tidak ditanggung," hiks....Apakah kami para dokter ini jadi dipaksa bekerja di bawah standar oleh pemerintah? Dan, saya pun ikut merasakan betapa pasien masih merasakan kesakitan pasca SC. Sungguh, maaf, ini bukan salah kita, pasien ku sayang....

Bahkan, obat nyeri yang oral pun terpaksa bukan yang biasa kami berikan. Pedih dan perih hati kami. Seperti inikah pengobatan gratis yang dijanjikan oleh Pemerintah? (Tapi sebenarnya tidak gratis bagi PNS, karyawan, buruh dan orang mampu yang nanti dipaksa ikut BPJS). Kami harus bekerja dengan pengobatan ala kadarnya yang membuat kesedihan luar biasa bagi kami. Kami merindukan pasien2 tersenyum bahagia.
Dan...kepedihan yang paling2 pedih adalah harus menghadapi kenyataan bahwa malam ini, pasien BPJS saya adalah istri seorang sejawat dokter umum yang tercatat sebagai PNS di sebuah Puskesmas. Bayangkan, seorang ujung tombak lini depan pelayan kesehatan yang notabene pekerja Pemerintah, harus mendapatkan pelayanan BPJS seperti ini.

Dan...menangislah saya, karena kalau BPJS tetap berjalan seperti ini, bukannya tidak mungkin, saya dan kita semua akan mengalami hal yang sama dengan istri sejawat saya ini. Karena kelak, BPJS ini wajib untuk semua rakyat dan semua RS. Karena pemerintah pun menjadi tukang paksa bagi seluruh isi negerinya..,,Rakyat dipaksa ikut BPJS, karyawan swasta harus ikut BPJS, seluruh RS wajib melayani BPJS dan dokter pun harus melayani sesuai standar BPJS yang ala kadarnya...

Maaf, tapi ini bukan salah kita....

Sabtu, 23 November 2013

Bli Ketut Adnyana dan Bedah Buku Michel Picard

http://books.google.de/books?id=uwPuIPTuqNMC&printsec=frontcover&hl=de#v=onepage&q&f=false



Bersama Bli Ketut Adnyana
Bedah Buku: Pariwisata Budaya dan Budaya Pariwisata

Sekilas melihat cover buku ini dan membaca beberapa halamannya yang di ijinkan untuk di baca secara gratis lewat internet, sepertinya buku ini layak untuk di rekomendasikan untuk di baca oleh para aktifis metrobali di sini. Penulisnya adalah orang asing Michel Pichard. Menarik mengetahui pandangan orang asing terhadap pariwisata di bali.

Dapatkah orang Bali memproleh manfaat dari Pariwisata tanpa kehilangan budayanya ?

Kajian atas tulisan tentang dampak sosial budaya pariwisata menunjukkan bahwa, untuk sebagian besar penulis Bali adalah contoh ideal "Pariwisata budaya yang di rancang dengan baik" sebagaimana didambakan oleh WTO (world trade organisation).

Bali adalah sebuah daerah tujuan wisata (DTW) dimana pariwisata konon telah turut melestarikan dan merangsang kembali warisan budaya setempat, sehingga "renaisans budaya" sering terdengar mengenai hal ini.

Namun walaupun kebanyakan penulis sepakat menilai kasus bali secara positif, tidak sedikit pula yang justru melihat kasus Bali sebagai contoh dimana pariwisata telah merusaak kebudayaan setempat.

Demikian kutipan buku ini yang di muat di halaman 170. (bukunya bisa di temukan di google berikut ini: http://books.google.de/books?id=uwPuIPTuqNMC&printsec=frontcover&hl=de#v=onepage&q&f=false )

Bagi yang tertarik mengetahui apa itu pariwisata budaya, secara singkat juga di tuliskan di wikipedia berikut ini:

Pariwisata berbasis budaya

Wisata berbasis budaya adalah salah satu jenis kegiatan pariwisata yang menggunakan kebudayaan sebagai objeknya.

Ada 12 unsur kebudayaan yang dapat menarik kedatangan wisatawan, yaitu:

1. Bahasa (language).
2. Masyarakat (traditions).
3. Kerajinan tangan (handicraft).
4. Makanan dan kebiasaan makan (foods and eating habits).
5. Musik dan kesenian (art and music).
6. Sejarah suatu tempat (history of the region)
7. Cara Kerja dan Teknolgi (work and technology).
8. Agama (religion) yang dinyatakan dalam cerita atau sesuatu yang dapat disaksikan.
9. Bentuk dan karakteristik arsitektur di masing-masing daerah tujuan wisata (architectural characteristic in the area).
10. Tata cara berpakaian penduduk setempat (dress and clothes).
11. Sistem pendidikan (educational system).
12. Aktivitas pada waktu senggang (leisure activities).

Objek-objek tersebut tidak jarang dikemas khusus bagi penyajian untuk turis, dengan maksud agar menjadi lebih menarik. Dalam hal inilah seringkali terdapat kesenjangan selera antara kalangan seni dan kalangan industri pariwisata. Kompromi-kompromi sering harus diambil. Kalangan seni mengatakan bahwa pengemasan khusus objek-objek tersebut untuk turis akan menghilangkan keaslian dari suatu budaya, sedangkan kalangan pariwisata mengatakan bahwa hal tersebut tidaklah salah asalkan tidak menghilangkan substansi atau inti dari suatu karya seni.

Kontroversi

Dalam perkembangannya pemanfaatan budaya untuk sektor pariwisata terdapat pro dan kontra.

Pariwisata merusak budaya

Kaum yang menentang pariwisata berbasis budaya berpendapat bahwa kedatangan turis ke daerah tujuan wisata dapat merusak keaslian atau keutuhan hayati suatu produk budaya. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa pariwisata telah merusak atau, menghancurkan kebudayaan lokal. Pariwisata secara langsung ‘memaksa’ ekspresi kebudayaan lokal untuk dimodifikasi, agar sesuai dengan kebutuhan pariwisata. Ekspresi budaya dikomodifikasi agar dapat ‘dijual’ kepada wisatawan. Contoh kasusnya adalah Sendra Tari Ramayana, tidak lagi disajikan secara utuh, peranan skenario tidak berfungsi lagi. Selain itu, tari Kecak juga mengalami nasib serupa. Pertunjukkan tari Kecak yang mudah disaksikan di Bali, kelihatan nilai sakralnya sudah terpotong-potong karena harus disesuaikan dengan waktu wisatawan yang ingin menyaksikannya

Pariwisata memperkuat budaya

Walaupun tidak sedikit pihak yang menentang perkembangan pariwisata berbasis budaya ini, namun banyak juga Sosiolog dan Antropolog yang justru melihat bahwa pariwisata (internasionalisasi) tidak merusak kebudayaan, melainkan justru memperkuat, karena terjadinya proses yang disebut involusi kebudayaan (cultural involution). Hal tersebut bisa dilihat dari kasus Bali.

McKean (1978) mengatakan, meskipun perubahan sosial ekonomi sedang terjadi di Bali, … semua itu terjadi secara bergandengan tangan dengan usaha konservasi kebudayaan tradisional … Kepariwisataan pada kenyataannya telah memperkuat proses konservasi, reformasi, dan penciptaan kembali berbagai tradisi.

Philip F. McKean (1973) bahkan menulis bahwa “the traditions of Bali will prosper in direct proportion to the success of tourist industry” (dikutip dalam Wood, 1979). Ahli lain berpendapat bahwa dampak kepariwisataan di Bali bersifat aditif, dan bukan substitutif. Artinya, dampak tersebut tidak menyebabkan transformasi secara struktural, melainkan terintegrasi dengan kehidupan tradisional masyarakat (Lansing, 1974).

Tidak ada budaya asli

Terlepas dari pro kontra tersebut, sosiolog Selo Soemardjan mengungkapkan pendapatnya. Menurutnya, kebudayaan akan terus berkembang, karena memang dengan sengaja atau tidak, memang terus berkembang, karena adanya rangsangan, seperti adanya perkembangan industri pariwisata. Proses saling memengaruhi adalah gejala yang wajar dalam interaksi antar masyarakat. Melalui interaksi dengan berbagai masyarakat lain, bangsa Indonesia ataupun kelompok-kelompok masyarakat yang mendiami nusantara (sebelum Indonesia terbentuk) telah mengalami proses dipengaruhi dan memengaruhi. Kemampuan berubah merupakan sifat yang penting dalam kebudayaan manusia. Tanpa itu kebudayaan tidak mampu menyesuaikan diri dengan keadaan yang senantiasa berubah, atau dengan kata lain budaya adalah suatu hal yang dinamis, yang terus berkembang seiring perputaran waktu, baik karena dipengaruhi pariwisata ataupun dipengaruhi masyarakat pemilik kebudayaan itu sendiri.

Perkembangan

Pada waktunya nanti, diramalkan objek wisata yang diminati wisman (wisatawan mancanegara)lebih banyak terpusat pada hasil kebudayaan suatu bangsa. Oleh karena itu dalam industri pariwisata nanti, hasil kebudayaan bangsa merupakan “komoditi” utama untuk menarik wisman berkunjung ke Indonesia.

Di samping itu, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh PATA tahun 1961 di Amerika Utara, diperoleh suatu kesimpulan bahwa lebih dari 50% wisman yang mengunjungi Asia dan daerah Pasifik, motivasi perjalanan wisata mereka adalah untuk melihat dan menyaksikan adat-istiadat, the way of life, peninggalan sejarah, bangunan-bangunan kuno yang tinggi nilainya.

Pendapat tersebut tidaklah salah. Menurut penelitian Citra Pariwisata Indonesia pada tahun 2003, budaya merupakan elemen pariwisata yang paling menarik minat wisatawan mancanegara untuk datang ke Indonesia. Budaya mendapatkan skor 42,33 dari wisatawan mancanegara dalam kategori 'sangat menarik' dan berada di atas elemen lainnya seperti keindahan alam dan peninggalan sejarah, dengan skor masing-masing 39,42 dan 30,86. Hal tersebut membuktikan bahwa atraksi budaya merupakan hal yang paling disukai para turis dari pariwisata di Indonesia.

Rabu, 11 September 2013

... karena kita hidup di Bumi Pancasila !!...

Surat Terbuka Untuk Ketua FPI (Dari Umat Muslim Bali)

A.Karim Abraham
http://sosbud.kompasiana.com/2013/09/10/surat-terbuka-untuk-ketua-fpi-dari-umat-muslim-bali-588555.html


Ketua FPI yang kami hormati…

Belakangan ini ramai pemberitaan di Media Massa terkait aksi penolakan terhadap penyelenggaraan Miss World di Bali. Dari sekian banyak yang melakukan aksi penolakan, terlihat FPI sebagai garda terdepan untuk menggagalkan event ini. Berbagai alasan dikemukakan tanpa mengenal nego. Alasan tersebut diungkapkan dengan nada emosi berlebihan sekaligus mengancam, siap “perang”. Pernyataan tersebut sekali lagi memunculkan kesan bahwa agama (Islam) berwajah sangar, beringas, keras, tak kenal dialog, dan tak menghormati siapapun. Akibatnya, agama sekaligus penganutnya menjadi korban, sebagaimana keberadaan kami, Umat Muslim di Bali.

Pernyataan Anda sebagai pimpinan Ormas yang mengatasnamakan Islam, telah melukai keberadaan Umat Hindu di Bali. Kata-kata Kafir selalu Anda ungkapkan untuk menyerang bagi mereka yang tak sejalan dengan Anda. Bahkan anda secara terang-terangan mengatakan jika Gubernur kami, Bapak Made Mangku Pastika sebagai Gubernur Kafir.

Rakyat Bali, baik Hindu maupun Islam seperti kami ini, sama sekali tidak pernah sedikitpun mempermasalahkan Event ini. Walaupun juga tidak sedikit yang tidak sepakat dengan acara ini, tapi bukan berarti ingin menggagalkan. Selain sebagai wujud toleransi keberagaman, juga diakui atau tidak, acara ini jelas akan berdampak pada pertumbuhan Pariwisata Bali (termasuk Indonesia), dimana rakyat Bali sebagaian besar menggantungkan hidupnya pada sektor ini.

Jika kemudian event ini terganggu dengan aksi-aksi anarkis, apalagi sampai digagalkan dengan paksa, maka sebenarnya yang dirugikan secara langsung adalah rakyat Bali yang menggantungkan hidupnya di Pariwisata. Dengan liputan yang luas dari hampir semua Negara di dunia ini, kejadian yang semua kita tak harapkan tersebut, nantinya akan memperburuk citra Pariwisata Bali yang belum saja pulih pasca ledakan Bom Bali beberapa tahun lalu.

Dari pernyataan-pernyataan Anda yang ingin menang sendiri tersebut, secara otomotis telah memancing rakyat Bali untuk melakukan hal yang sama dengan ungkapan anda. Mencemooh dan caci maki terhadap diri Anda dan Ormas yang Anda pimpin. Lebih parahnya, rakyat Bali yang mayoritas beragama Hindu, bagi mereka yang belum paham, terpancing juga untuk mencaci maki agama Islam.

Perlu diketahui, hubungan Hindu dan Islam di Bali selama ini berjalan Harmonis. Kami saling menghargai, menghormati, dan kami bersama-sama menjaga keberagaman ini sudah sejak Nenek Moyang kami. Permasalahan ini jangan sampai meretakkan hubungan toleransi yang sudah kami jaga.

Kita bisa saksikan berbagai tulisan di berbagai media jejaring social yang mendiskriditkan Islam. Kami disini hanyalah minoritas yang akan dijadikan luapan emosi akibat pernyataan Anda. Kami tidak menyalahkan mereka yang sudah terlanjur menghina Islam. Pernyataan anda yang berlebihan, tentunya akan ditanggapi juga dengan berlebihan. Dan semua kena getahnya.

Sebagai orang awam, terus terang kami tidak mengerti apa sebenarnya yang Anda perjuangkan melalui FPI ini. Kalau Anda ingin membela Islam, justru Anda telah memperburuk citra Islam. Jika Anda mengaku Islam dan mengikuti Nabi Muhammad SAW, kenapa cara berbicara dan metode dakwah Anda sama sekali jauh dari prilaku Rasul. Jika Islam hadir sebagai Rahmatal Lil Alamin, justru Anda dan FPI hadir untuk memperkeruh suasana, memperbelah umat.

Untuk diketahui, kondisi Bali sekarang sedang siaga ekstra ketat untuk mengamankan event yang saat ini sedang berlangsung. Polisi, Pecalang, dan masyarakat Bali ikut terlibat dalam pengamanan ini. Di berbagai media bahkan banyak yang menyatakan pendapatnya untuk perang “puputan” bagi mereka yang ingin menggagalkan acara di Bali Selatan tersebut. Semua waspada, dan tentunya yang mereka curigai adalah penganut Islam.

Senada dengan ungkapan Pimpinan GP Ansor NU, bahwa jangan lekas-lekas menganggap Miss World sebagai kegiatan negative. Banyak juga hal positif dari penyelenggaraan ini, terutama bagi Bali dan rakyat Bali, baik efek langsung, maupun tak langsung.

Melalui surat ini, kami, Umat Muslim Bali sama sekali tidak terganggu, sekaligus tidak pernah mempermasalahkan penyelenggaraan Miss World di Bali. Bahkan kami sangat berharap bahwa event ini dapat berjalan lancar dan sukses.

Kami mohon dengan hormat kepada Anda dan Ormas yang Anda pimpin, untuk tidak membawa-bawa label Islam sebagai tameng dari ketidak setujuan Anda terhadap event ini. Bukan pada event ini saja, pada aktivitas FPI lainnya yang terbiasa main hakim sendiri, untuk tidak lagi mengatasnamakan Islam. Sekali saja anda bertindak, yang lain kena getahnya.

Kemudian untuk menghindari “perang” saudara sesama anak bangsa, urungkan niat Anda dan Ormas yang anda pimpin untuk menggagalkan event ini. Jika Anda tidak setuju tidak masalah, namun  bukan berarti harus menggagalkannya. Pro-kontra ini akan meluas menjadi konflik Agama, dimana rakyat Bali yang mayoritas beragama Hindu setuju dan siap mengamankan, sedangkan kelompok yang selama ini berkoar-koar tidak setuju mengatasnamakan Islam. Secara jelas Hindu Bali yang menyatakan siap perang “puputan” bagi mereka yang ingin menggagalkan event ini, sebenarnya secara tersirat Hindu Bali siap melawan Islam (oknum). Yang dirugikan adalah kami Umat Muslim di Bali, yang menjadi sasaran caci maki dan sebagainya.
Dan semua berharap, semoga anda sadar bahwa di negeri ini bukan hanya anda dan kelompok anda saja yang hidup. Jangan merasa di negeri ini Islam adalah agama mayoritas kemudian semena-mena terhadap minoritas, yang kerjaannya selalu main hakim sendiri tanpa menghormati penegak hukum. Sadarlah, setiap ucapan dan tindakan anda selalu menyisakan “getah” bagi orang lain. Dan ingat, Anda hidup di Bumi Pancasila!.

Salam Damai dari Bali!

Sabtu, 07 September 2013

Candu Agama


Indah sekali.... Keindahan dalam mengupas situasi dan kondisi kehidupan, dengan tetap menggunakan logika dan hati nurani. Menjadi cerminan diri kita sendiri, agar tidak kecanduan..... candu agama.




  • berenang di lautan Tradisi adalah Kehindahan.. tapi
    kalau tenggelam di lautan Tradisi itu sebuah kekonyolan.. (M. Gandhi)

    Hidup tanpa Tradisi menjadi Risi..
    Tradisi tanpa Inovasi akan Basi..
    Kreasi dlm Tradisi harus menajamkan Visi..
    Visi dlm Tradisi harus mmbawa isi Kitab Suci.. (Kt. Wiana)
Membanggakan tradisi orang lain adalah kurang ajar, Karena dia tdk pernah berenang di lautan Tradisi yg indah.. Dia bukan lagi tak pernah berenang dng Tradisi yg dia miliki.. malah nyentuh airnya yg sejuk aja belum..

Hariyanto Imadha mengupas sisi kejiwaan dalam http://kesehatan.kompasiana.com/kejiwaan/2013/08/28/psikologi-perilaku-orang-yang-kecanduan-agama-islam-584648.html?fb_action_ids=535493869855182&fb_action_types=og.likes&fb_source=other_multiline&action_object_map={%22535493869855182%22%3A375773862550532}&action_type_map={%22535493869855182%22%3A%22og.likes%22}&action_ref_map=[]
7 September 2013

1.Pengamat perilaku sejak 1973 2.Penulis kritik pencerahan sejak 1973 

PSIKOLOGI: Perilaku Orang yang Kecanduan Agama Islam OPINI | 28 August 2013 | 10:42 Dibaca: 2285   Komentar: 24   6 FACEBOOK-PsikologiPerilakuOrangYangKecanduanAgamaIslam
AGAMA adalah pedoman perilaku. Bukan penentu perilaku. Bukan pengubah perilaku. Namun, agama juga  bisa menyebabkan manusia kecanduan. Bukan karena agama itu candu. Tetapi manusianya yang memperlakukan agama sebagai candu. Mungkin sengaja, mungkin juga tidak sengaja. Yang pasti, perilaku mempercandukan agama, terutama agama Islam bisa terjadi kapan saja, di mana saja dan bisa menimpa siapa saja.
Apakah agama itu?
Betul, agama adalah pedoman perilaku. Bukan penentu perilaku. Bukan pengubah perilaku. Sebab, yang bisa mengubah perilaku adalah manusia itu sendiri. Manusia tak akan berubah perilakunya kalau tidak ada kemauan, tidak ada motivasi maupun tidak ada nawaittu. Tetapi, agama bisa merupakan stimulusnya.
Perilaku yang berlebihan
Sebetulnya, belajar agama itu baik-baik saja, apalagi kalau punya cita-cita ingin menjadi guru agama atau ulama Islam yang mumpuni. Tapi kalau berlebihan, tentu membawa perubahan yang cukup radikal dari caranya bernalar yang kemudian berubah pula kebiasaan dan perilakunya. Bahkan, sesudah berubah, sulit kembali ke perilaku aslinya. Kalau berubah baik, tidak masalah. Tapi, bagaimana kalau berubah menjadi buruk?
Perilaku orang yang kecanduan agama Islam
Antara lain:
1.Fanatik sempit.
Merasa agamanya sendiri, kelompoknya sendiri yang paling benar, paling hak dan cenderung membenci atau memusuhi orang-orang yang ada di luar kelompoknya. Mereka lupa bahwa Nabi Muhammad SAW tidak pernah mengajarkan kebencian kepada agama lain, melainkan membenci kepada perilaku yang buruk, baik orang lain maupun diri sendiri.
Contoh:
Tidak mau punya lurah nonmuslim, tidak mau punya camat nonmuslim dan tidak mau punya bupati nonmuslim, tidak mau punya gubernur nonmuslim. Padahal, tidak ada peraturan yang mengatakan dan mengharuskan lurah, camat , bupati atau gubernur harus muslim.
2.Waktu habis hanya untuk agama
Pagi, siang, sore,malam dan mungkin dini hari, setiap hari, sepanjang tahun, yang dipikirkan dan yang dilakukan agama melulu. Tidak ada waktu untuk belajar sains dan teknologi. Juga tak ada menambah pengetahuan, keterampilan, kreativitas dan inovasi. Sehingga perilakunya merupakan perilaku yang tidak produktif.
Contoh:
Banyak umat Islam yang tiap harinya berkutat pada ibadah, Al Qur’an, hadis sehingga tak memiliki keterampilan di bidang komputer, tak mempunyai kemampuan membuat artikel-artikel ilmiah, tak mempunyai karya-karya kreatif maupun inovatif.
3.Cara berpikirnya kurang kritis
Antara lain tidak mampu memikirkan mana yang lebih penting dan paling penting. Suka mempersoalkan hal-hal yang sebenarnya bersifat pribadi dan tidak produktif. Suka mengada-ada. Suka membuat peraturan-peraturan yang kurang begitu penting karena ada hal lain yang jauh lebih penting.
Contoh:
Adanya gagasan tes keperawanan. Aturan dilarang membonceng dengan cara duduk ngangkang. Wanita tidak boleh memakai lipstik berwarna merah. Tidak boleh mengucapkan selamat Hari Natal. Tidak boleh memilih capres wanita dan wanita tidak boleh menjadi capres. Mengatakan Facebook dan Twitter itu haram. Tidak boleh makan di resto milik nonmuslim dan pemikiran-pemikiran yang sifatnya kurang produktif. Bahkan tidak produktif karena terlalu mengekang dan mengada-ada.
4.Cara berpikirnya dogmatis-pasif
Ciri-cirinya yaitu enggan menerima pendapat orang lain yang benar atau lebih benar. Merasa pendapatnya sendirilah yang benar, lebih benar, paling benar dan selalu benar tanpa didukung oleh penalaran-penalaran yang objektif dan rasional. Cenderung suka ngeyel.
Contoh
Sudah diberitahu kalau parpol pilihannya adalah parpol korup an anti-Pancasila, namun tetap saja dipilihnya. Merasa bahwa parpol itulah yang terbaik. Soal sikap parpol yang anti-Pancasila tidak dipedulikan lagi. Yang penting suka dan tidak akan berubah pikiran untuk menyukai parpol lain yang jujur.
5.Tujuan menghalalkan segala cara
Walaupun tujuannya mungkin baik, tetaapi cara yang diilakukannya tidak baaik. Cara-cara yang tidak hanya melanggar kaidah-kaidah Islami, tetapi juga melanggar semua norma, termasuk norma etika, norma sosial, norma hukum dan bahkan norma agama.
Contoh:
Bir beralkohol memang tidak baik kalau diminum sampai mabuk. Oleh karena itu ada gerakan untuk mengobrak-abrik dan merusak toko-toko yang menjual bir ataupun minuman keras atau miras. Bahkan, kadang-kadang yang berjualanpun dipukul, disiram kepalanya memakai bir dan tentu dengan umpatan-umpatan yang tidak pantas.
6.Tidak berbudaya Indonesia
Cara berpakaiannya tidak sesuai dengan kebiasaan orang Islam pada umumnya. Melainkaan meniru cara berpakaian orang Islam dari negara-negara Arab. Cara berpakaian orang Indonesia tidak dihargai. Bahkan musik-musik dan tari-tarianpun lebih suka yang berasal dari padang pasir. Tidak tahu lagi apa bedanya budaya Arab dan budaaya Islam. Apalagi budaya Indonesia.
Contoh:
Ormas anarki yaang mengatasnamakan Islam, tetapi perilakunya benar-benar kasar dan di luar kelayakan maupun kepantasaan. Selalu bikin onar di mana-mana. Selalu brutal dan melawan hukum. Bahkan selalu membawa senjata baik senjaata tumpul maapun senjata tajam. Menghalalkan segala cara.
7.Menganggap Syariah Islam sebagai satu-satunya solusi
Mereka lupa bahwa mereka hidup di negara Pancasila. Bukan negara agama. Munculnya negara Pancasila sudah dipelajari dan diperhitungkan dengan cermat oleh para pendiri Republik Indonesia. Walaupun 80% penduduk Indonesia beragama Islam, namun sebagian besar mereka lebih memiliki jiwa nasionalis yang tinggi. Namun, sekelompok orang yang kecanduan agama Islam selalu punya anggapan bahwa Syariah Islam lebih baik daripada Pancasila, sehingga mereka lupa bahwa Indonesia bukanlah negara agama.
Contoh:
Cukup banyak umat Islam yang terkena brainwashing bahwa Syariat Islam layak menggantikan Pancasila karena Pancasila dinilai gagal menegakkan moral bangsa. Mereka lupa bahwa korupsi dan segala bentuk kemaksiatan bukanlah salahnya Pancasila, tetapi salahnya manusia itu sendiri. Aceh sudah lama menerapkan Syariah Islam, tetapi angka korupsinya tiap tahun justru meningkat. Bahkan persentase terbesar pelaku korupsi adalah mereka yang beragama Islam. Artinya, Syariah Islam itu baik, Pancasila itu baik, tetapi kalau manusianya brengsek, maka negarapun brengsek juga.
8.Rumahnya penuh huruf Arab
Orang yang kecanduan agama juga dimanifestasikan dalam bentuk banyaknya huruf Arab di rumahnya. Bisa berupa kaligrafi atau surat atay ayat. Tak ada lagi nilai-nilai artistik atau karya seni yang bersifat kontemporer ataupun pada umumnya. Tak ada lagi benda-benda yang berbudaya moderen. Orangnya juga cenderung gila gelar haji apabila dia sudah naik haji.
Contoh:
Bisa dilihat suasana di ruang tamunya, ruang makannya, kamar tidurnya yang selalu terpampang kaligrafi, gambar Kaabah dan foto-foto saat naik haji. Terkesan pemujaan dan narsis yang berlebihan. Kalau jumlahnya hanya satu dua itu wajar-wajar saaja. Tetapi kalau berlebihan, maka itu merupakan manifestaasi daripada raasa kecanduannya terhadap agama Islam.
9.Membenci negara nonmuslim dan sikap inkonsistensi
Sebenarnya Al Qur’an tak pernah mengajarkan kebencian terhadap nonmuslim, baik Amerika, Yahudi atau lainnya. Umat Islam hanya diwajibkan bersikap hati-hati dan waspada terhadap orang-orang asing terutama jika ada perilakunya yang buruk. Termasuk perilaku buruk dari golongan Islam sendiri.
Contoh:
Kebencian terhadap negara nonmuslim bisa dilihat dengan dirusaknya resto-resto asing, menyerukan boikot terhadap produk-produk makanan atau minuman yang berasal dari negara-negara nonmuslim. Tetapi mereka lupa, kalau naik kendaraan menggunaakan kendaraan  buatan negara nonmuslim, menggunakan ponsel buatan negara nonmuslim, kalaau ceramah menggunakan loudspeaker dan mike buatan negara asing atau nonmuslim.
10. Sikap toleransi beragamanya rendah
Orang yang kecanduan agama Islam cenderung mempunyai tabiat buruk, yaitu mengkafirkan golongan lain yang bukan golongannya sendiri. Mengatakaan sesat kepada agama lain yang dianggap salah dan tidak Islam. Toleransi beragamanya rendah. Bukan hanya sesama agama, tetapi juga dengan agama lain. Mereka tidak menghayati makna kalimat “lakum dinukum waliyadin”.
Contoh:
Adanya komunitas tertentu yang suka merusak tempat-tempat peribadatan. Bahkan membakarnya. Atau melarang umat beragama selain golongannya untuk beribadah. Bahkan dengan ancaman-ancaman. Kalau perlu dengan pengusiran atau penyiksaan. Tidak setuju akan didirikannya tempat peribadatan nonmuslim dengan alasan-alasan yang tidak rasional. Tidak ada lagi hati nurani. Tidak ada lagi perilaku rasional. Semuanya emosional. Tidak cerdas.
Kesimpulan
1.Kecanduan agama Isalm membuat dirinya menjadi umat Islam yang berwawasan sempit. Ibadahnya baik, tetapi cara berlogikanya dan perilakunya kacau balau.
2.Menciptakaan kebodohan bagi dirinya sendiri, keluarganya atau kelompoknya.
3.Tidak kreatif,tidak inovatif sehingga menjadi bangsa yang tertinggal dibandingkan komunitas lainnya.
4.Enggan terhadap perubahan maupun pendapat-pendapat yang benar atau lebih benar. Bahkan tidak mau menghargai pendapat orang lain.
5.Menjadi pribadi yang egois dan emosional.
Itulah ciri-ciri perilaku orang yang kecanduan agama Islam.
Hariyanto Imadha
Pengamat Perilaku
Sejak 1973