Jumat, 21 September 2012

Daniel Suchamda

  http://sastrodjendro.blogspot.com/

Daniel Suchamda

An Introduction to The Path of Dissolving of the Self into God Realization (Jumbuhing Kawulo Gusti)

Original in Bahasa wrote by Ki Wong Alus
Transliterated by Daniel Suchamda




Sajatine Ingsun Dat kang amurba amisesa,
kang kuwasa anitahake sawiji-wiji,
dadi padha sanalika,
sampurna saka ing kodrating-Sun,
ing kono wus kasunyatan Pratandhaning apngaling-Sun,
minangka bubukaning iradating-Sun,
kang dhingin Ingsun anitahake kayu,
aran sajaratul yakin,
tumuwuh ing sajroning ngalam
ngadam-makdum ajali abadi,
nuli cahya aran Nur Muhammad,
nuli kaca aran miratul kayai,
nuli nyawa aran roh ilapi,
nuli dammar aran kandil,
nuli sosotya aran darrah,
nuli dhinding jalal aran kijab,
kang minangka warananing kalarating-Sun


Actually I am the Primordial Existence of every Creation and Omniscience,
Who has the power to command every single phenomena,
In an instant,
Perfection is my nature,
It is an emptiness that is the sign of My appearance,
As if an unobstructiveness of My Divine-will,
Firstly I create Life which called Sajaratul Yakin (Tree of Life),
Grow in the realm of original eternity,
That Light is called Nur Muhammad (The Light of First Creation),
Then a mirror called Miratul Kayai (Shameful Mirror),
And then a soul called Idlafi (Individual Soul),
A Lamp called Kandil,
A Jewel called Dharrah,
And then an Adoring Wall called Hijab (Partition).
As a closure of My Will.

2
Ki Soedjonoredjo is the writer of a book called Wewadining Rasa said that it is a serious mistake to say that God doesn’t exist, stated in this statement, “
“Mbok menawa anasa wenehing manungso kang kliru ora percaya marang anane kang murbeng alam. Dadi ananing dhirine lan anane kang gumelar gumandhul karang kabeh, kaanggep gumandul marang suwung kang mangkono iku umpama kang anggep suwung marang warna rupaning kaca benggela, satemah kaca benggala dipadhakake karo kothongan kang pancen suwung babar pisan. Apa iku bener?”
If there is a man who make an error into not believing into the Divine Principle. So that his existence and every otherness that laid of and dependent upon everything, is supposed to be sustained by emptiness that’s why it is like the superimposed-emptiness upon a multicolorful [rays of] prism. If that prism to be likened as an absolute nihilism, is it true?
The existence of True Mirror or Wirangi-glass is [an allegory of] Wangwung (emptiness).  It is not surprising that if a lay person make a mistake to judge that that mirror doesn’t exist because of its ultimate clarity, seems like nothing. That mirror does exist. And a True Mirror is singular, but its expression is unlimited into its kinds and numbers.

A man whose their conceptual relationship between macrocosmos and microcosmos is still confused, is lend to say that the mirror doesn’t exist. Aforementioned, the essence of the mirror is singularity potential of divine harmonical vibrations. Everything that is  a single force, is also a single taste. Each single ray of forces are framed within single True Reality.


3

In the book Dewa Ruci (by Yasadipura) there is an essence teaching about the Shameful Mirror, as this : 

Badan njaba wujud kita iki, badan njero mungguwing jroing kaca, ananging dudu pangilon, pangilon jroning kalbu yeku wujud kita pribadi, cumithak jro panyipta, ngeremken pandudu, luwih gedhe barkahira, lamun janma wus gambuh ing badan batin, sasat srisa bathara
“Outer physical appearance of our body, as an internal body like to be sitting inside the mirror, but it is not a [physical] mirror, reflecting inside the kalbu (heart) as our real self, printed in the awareness, negate everything, [will be] bigger its blessing, event that a man has been abide in his mind-body, as Himself a God”.
4

This Dewa Ruci mythology is trying to tell the audience about The Origin of Everything (Sangkan Paraning Dumadi), also trying to convey the teaching of Unity with the Divine (Manunggaling Kawulo Gusti) until he can be differentiated which is called Dissolving into Divine Principle (Pamoring Kawulo Gusti , or Jumbuhing Kawulo Gusti). Those teaching of Sangkan Paraning Dumadi is also practiced as a guide in daily life. This is also mentioned in the book called Jati Murti which is a simpler teaching to be understood by lay people. The practicality of the teaching can be state in the statement of Prof.Ki Damardjati Supadjar :
"Ora perlu kabotan tresna marang daden-daden,
tresnaa marang sing dadi.
Nanging aja gething marang daden-daden,
sebab ing kono ana sing dadi. "

Not necessarily to be burdened or attached toward formation of things,
Just Be in love within suchness,
But don’t averse to the formational reality
Because in that relativity, there is a workable one.



9
As a representation of God in a mundane world, a man has been given every tools for him/her to directly communicate with God as The Most Authentic Teacher for human. In the book of Wirid Hidayat Jati (Rosary of True Life), is said that there are 7 structural-components of being a human :

1. Hayyu (Life) = called ATMA, outer to the DZAT
2. Nur (light) = called PRANAWA outer to the Hayyu
3. Sir (Rahsa) = called PRAMANA outer to the Nur
4. Roh (soul) = called Suksma,outer to the Rahsa
5. Nafs (passion) = outer to the soul
6. Akal (intellect) =outer to the passion
7. Jasad (body) = outer to the intellect


10
Note :
There is an interaction between those above:
• Suksma wahya = between physical body and breath
• Suksma dyatmika = between breath and intellect
• Suksma lana = between intellect and passion
• Suksma mulya = between sensation and the individual-soul
• Suksma sajati = between individual-soul and Rahsa (a sensation of pure awareness)
• Suksma wasesa = between Rahsa and the Light
• Suksma kawekas = between the Light and Primordial Life

Natalie Wolchover | LiveScience.com

Natalie Wolchover | LiveScience.com


http://id.berita.yahoo.com/akankah-ilmu-pengetahuan-mengesampingkan-keberadaan-tuhan.html

Selama beberapa abad terakhir, ilmu pengetahuan dapat dikatakan telah menjauhkan orang dari pemikiran tradisional tentang kepercayaan terhadap Tuhan secara bertahap. Hal-hal yang dulu tampak misterius, seperti keberadaan manusia, kesempurnaan kehidupan di bumi, cara kerja alam semesta, sekarang dapat dijelaskan oleh ilmu biologi, astronomi, fisika dan ilmu pengetahuan lainnya.

Meski masih banyak misteri alam semesta yang belum terungkap, Sean Carroll, seorang kosmolog teoritis dari California Institute of Technology, mengatakan bahwa ada alasan yang cukup baik untuk berpikir bahwa ilmu pengetahuan pada akhirnya akan mengungkap secara lengkap tentang alam semesta — yang juga akan menjelaskan keberadaan Tuhan.

Carroll berpendapat, teori keberadaan Tuhan telah berkurang drastis di zaman modern, seperti misalnya, fisika dan kosmologi telah berkembang dalam menjelaskan asal-usul dan evolusi alam semesta. "Ketika kita mempelajari lebih dalam tentang alam semesta, selalu ada rasa haus untuk lebih dalam menelitinya," katanya kepada Life’s Little Mysteries.

Ia berpendapat bahwa pengaruh supranatural pada akhirnya akan menyusut dan menghilang. Tapi dapatkah ilmu pengetahuan pada akhirnya menjelaskan semuanya?

Permulaan waktu
Sekumpulan bukti telah dikumpulkan untuk mendukung model kosmologi Big Bang, atau gagasan yang menjelaskan bahwa alam semesta mengembang dari keadaan panas, kemudian memadat hingga akhirnya ke kondisi seperti saat ini yang lebih dingin, lebih berkembang dan membesar selama 13,7 miliar tahun. Para kosmolog dapat membuat model tentang apa yang terjadi dari 10^-43 detik setelah Big Bang terjadi sampai sekarang, namun dalam sepersekian detik sebelum menjadi gelap.

Beberapa teolog telah mencoba untuk mengaitkan teori Big Bang dengan deskripsi penciptaan dunia yang dapat ditemukan dalam Alkitab dan teks-teks agama lainnya. Mereka berpendapat bahwa sesuatu (yaitu, Tuhan) pasti telah merencanakan peledakan alam semesta tersebut.

Namun, menurut Carroll, kemajuan dalam ilmu kosmologi akhirnya akan menghilangkan siapa pemicu teori Big Bang tersebut.

Seperti yang  ia jelaskan dalam sebuah artikel yang ditulis baru-baru ini yang berjudul “Blackwell Companion to Science and Christianity” (Wiley-Blackwell, 2012), bahwa tujuan utama dari ilmu fisika adalah untuk membuat teori yang menjelaskan tentang seluruh alam semesta, mulai dari skala sub-atomik hingga astronomik, dalam satu kerangka kerja.

Teori seperti itu disebut “gravitasi kuantum,” yang akan menjelaskan tentang apa yang terjadi pada saat Big Bang terjadi. Beberapa versi lain teori gravitasi kuantum yang telah dibuat oleh para ahli kosmologi lebih menjelaskan pada prediksi Big Bang, daripada penjelasan tentang permulaan waktu yang Carrol sebut sebagai “sebuah tahap transisi dalam keberadaan alam semesta yang kekal.”

Contohnya seperti, sebuah model yang dianalogikan seperti sebuah balon yang kembang kempis  di dalam uap. Jika, kenyataannya, waktu tidak punya permulaan, maka hal itu akan mengakhiri kitab Kejadian.

Versi lain teori gravitasi kuantum, saat ini sedang didalami oleh para ahli kosmologi yang memprediksi bahwa waktu memang dimulai dari kejadian Big Bang. Namun versi kejadian tersebut tidak melibatkan peran Tuhan. Mereka tidak hanya menggambarkan evolusi alam semesta sejak kejadian Big Bang, tetapi mereka juga menjelaskan bagaimana waktu bisa berlangsung di tempat yang paling awal.

Dengan demikian, teori-teori gravitasi kuantum masih perlu disempurnakan, untuk menjelaskan sejarah alam semesta. "Tidak ada fakta yang menjelaskan bahwa ada permulaan waktu, dengan kata lain, harus ada campur tangan dari faktor lain dalam penciptaan alam semesta pada saat itu," tulis Carroll.

Cara lain untuk menempatkan itu adalah dengan teori-teori fisika kontemporer, meskipun masih dalam pengembangan dan pengujian eksperimental di masa depan, yang akhirnya mampu menjelaskan mengapa Big Bang terjadi, tanpa perlu untuk melibatkan teori supranatural.

Seperti Alex Filippenko, astrofisikawan dari University of California, Berkeley, mengatakan dalam pidatonya di sebuah konferensi sebelumnya pada tahun ini, "Big Bang bisa saja terjadi sebagai akibat dari hukum fisika. Dengan hukum fisika, Anda bisa mengetahui alam semesta."

Alam semesta paralelNamun ada alasan lain yang berdasar tentang keberadaan Tuhan. Fisikawan telah mengamati bahwa banyak dari konstanta fisika yang menjelaskan tentang alam semesta kita, dari massa elektron hingga kepadatan energi gelap, yang sangat sempurna untuk mendukung kehidupan.

Mengubah salah satu konstanta sedikit saja, maka alam semesta tidak akan dipahami. "Misalnya, jika massa neutron yang sedikit lebih besar (dibandingkan dengan massa proton) dari nilai sebenarnya, hidrogen tidak akan melebur menjadi deuterium dan bintang konvensional tidak mungkin ada," kata Carroll. Dan dengan demikian, maka akan muncul kehidupan seperti yang kita kenal sekarang.

Para teolog sering mengembangkan atas apa yang disebut "fine tuning" dari konstanta fisika sebagai bukti bahwa Tuhan pasti punya andil di dalamnya, tampaknya ia memilih konstanta tersebut untuk kita. Namun fisika kontemporer menjelaskan bahwa supranatural punya caranya sendiri.

Beberapa versi teori gravitasi kuantum, termasuk teori string, memperkirakan bahwa kehidupan kita  di alam semesta ini hanyalah salah satu dari jumlah yang  tak terbatas dari alam semesta akhirnya membentuk banyak alam semesta. Di antara alam semesta yang tak terbatas itu, berbagai macam nilai dari semua konstanta fisika yang diwakili, dan hanya beberapa alam semesta yang memiliki nilai konstanta yang memungkinkan pembentukan bintang, planet dan kehidupan seperti yang kita kenal sekarang. Kita beruntung dapat hidup di salah satu alam semesta yang dapat ditinggali (karena di mana lagi?).

Beberapa teolog mengatakan bahwa akan jauh lebih sederhana untuk menyebut campur tangan Tuhan  daripada mencari tahu teori keberadaan alam semesta yang tak terhingga banyaknya untuk menjelaskan bagaimana alam semesta memberikan kehidupan bagi kita. Carroll mengatakan bahwa multiverse tidak didalilkan sebagai cara yang rumit untuk menjelaskan fine-tuning. Sebaliknya, hal tersebut berperan sebagai konsekuensi alami dari yang terbaik, teori yang paling elegan.

Sekali lagi, jika atau ketika teori  itu terbukti benar, "multiverse (multi alam semesta/multi universe) terjadi, tidak peduli apakah Anda suka atau tidak," tulisnya. Dan ada campur tangan Tuhan dalam segala sesuatu.

Alasan
Tuhan berperan sebagai alasan keberadaan alam semesta. Bahkan jika kosmolog berhasil menjelaskan bagaimana alam semesta terbentuk, dan mengapa tampak seperti dibuat untuk menyokong kehidupan, pertanyaan yang mungkin akan tersisa adalah mengapa ada sesuatu yang bertentangan dengan segala sesuatu.

Bagi kebanyakan orang, jawaban atas pertanyaan tersebut adalah Tuhan. Menurut Carroll, jawaban itu  berarti jika di bawah pengawasan. Tidak akan ada jawaban untuk pertanyaan seperti itu, katanya.

"Kebanyakan ilmuwan ... menduga bahwa pencarian penjelasan yang tepat akhirnya akan berakhir dengan teori berakhirnya dunia, bersama dengan frase 'memang seperti itu,'" tulis Carroll. Orang yang tidak puas cenderung gagal untuk menemukan bahwa seluruh alam semesta merupakan sesuatu yang unik — "sesuatu yang yang berbeda dari biasanya."

Sebuah teori ilmiah lengkap yang bertanggung jawab atas segala sesuatu di alam semesta yang tidak perlu penjelasan eksternal dengan cara yang sama, bahwa segala sesuatu yang spesifik dalam alam semesta memerlukan penjelasan eksternal. Bahkan, Carroll berpendapat, penjelasan yang menutup penjelasan lainnya  (contohnya Tuhan) pada sebuah teori mandiri dari segala sesuatu yang hanya akan menjadi komplikasi yang tidak perlu. (Teori tersebut sudah bekerja tanpa Tuhan.)

Dinilai berdasarkan standar dari setiap teori ilmiah lainnya, "hipotesis Tuhan" tidak bekerja dengan sangat baik, Carroll berpendapat. Namun ia memberikan gagasan bahwa "teori  tentang Tuhan memiliki fungsi lain dibandingkan suatu hipotesis ilmiah."

Penelitian psikologi menunjukkan bahwa kepercayaan dalam supranatural, berperan sebagai perekat sosial dan memotivasi orang untuk mengikuti aturan. Lebih lanjut, kepercayaan akan akhirat membantu manusia untuk berduka dan mencegah orang dari ketakutan akan kematian.

"Kita tidak dirancang pada tingkat teori fisika," kata Daniel Kruger, seorang psikolog evolusi di University of Michigan, yang mengatakan kepada LiveScience tahun lalu. Apa yang penting bagi kebanyakan orang "adalah apa yang terjadi pada skala manusia, hubungan dengan orang lain, hal-hal yang kita alami dalam hidup kita."