Minggu, 13 Januari 2013

Prakasita Nindyaswari : Subak : Harmonisasi antara Tuhan, Alam dan Manusia

@sitanindyaswari

http://sosbud.kompasiana.com/2013/01/13/subak-harmonisasi-antara-tuhan-alam-dan-manusia-519200.html

13580722191183343073
Subak Jatiluwih (ecotourismtabanan.com)

Pada tanggal 29 Juni 2012, UNESCO menetapkan Subak sebagai salah satu warisan dunia meliputi lima kabupaten: Gianyar, Badung, Buleleng, Tabanan, dan Bangli. Subak itu adalah bahasa Bali, yang diketahui berasal dari prasasti kerajaan di Bali pada abad ke-11. Self-governing (berpemerintahan sendiri) dan asosiasi para petani yang sangat demokratis yang membagi-bagi tanggung jawab mereka secara adil dan mengefisiensikan penggunaan air untuk irigasi untuk menumbuhkan padi adalah semacam prinsip dari subak itu sendiri. Subak itu sendiri merupakan refleksi dari filosofi orang Bali yang bernama Tri Hita Karana (tiga kebaikan) yang mempromosikan hubungan yang harmoni antarindividu dengan penciptanya (parahyangan), manusia dengan manusia (pawongan), dan manusia dengan alam (palemahan). Di subak selalu terdapat pura (water temple) yang juga menggambarkan sisi spiritual pada penguasaan ekologi si sawah-sawah itu. Pura, subak, hutan, danau, dan petak-petak sawah adalah ekspresi kehidupan orang Bali sejak dulu kala melalui pelaksanaan dari konsep Tri Hita Karana tersebut.

Sisi religius dari subak itu sendiri adalah kepercayaan bahwa perairan irigasi adalah sebuah pemberian dari Dewi Danu (Goddess of the Lake). Pengelolaan subak ini didasarkan atas keyakinan bahwa manusia harus mengelola dengan baik setiap pemberian dari yang kuasa. Para petani juga secara rutin memberikan sebagian kecil dari hasil panennya pada Pura yang terdapat di lokasi Subak yang didedikasikan kepada Dewi Danu dan dewa-dewa lain sebagai rasa syukur sekaligus permintaan untuk terus menyuburkan lahannya. Karena masyarakat Bali percaya bahwa manusia harus menjaga tanah dan air dengan baik karena itu adalah pemberian dari dewa-dewi, maka kalau sampai ada keserakahan atas tanah dan air, akan ada sanksi yaitu pengucilan. Sistem irigasi subak itu sendiri begitu rumit dan tetap lestari sampai sekarang, dan itulah kenapa subak dijadikan sebagai warisan dunia. Karena kerumitannya, juga karena aspek sosial budaya yang terkandung di dalamnya.  Saya membayangkan, wah.. berarti orang Bali jaman dulu banget sudah pintar-pintar yaaa… *kagum*

Pengelolaan sistem irigasi yang konvensional biasanya hanya terpatok pada peraturan-peraturan formal dengan pola pikir ekonomik. Sedangkan, sistem irigasi pada subak bali ini berlandaskan harmoni dan kebersamaan, yang ditata sangat baik dan fleksibel. Subak ini sampai ada organisasi tersendiri yang dibentuk oleh masyarakat Bali, karena jaman dulu, lingkungan (topografi) dan sungai-sungai di Bali begitu curam, sehingga perairan menuju persawahan sangat terbatas. Sehingga, orang-orang Bali bergotong royong untuk membangun semacam terowongan yang menembus gunung cadas demi mampu mengaliri sawahnya. Subak dipimpin oleh seorang Pekaseh, petani yang juga pemimpin adat yang bertugas mengkoordinasikan pengelolaan air berdasarkan tata tertib yang sudah disepakati. Hukum adat sangat berperan disini, sehingga petani yang melanggar akan diberikan hukuman.

1358072687351520330
contoh sesajen untuk ritual (radheyasuta.blogspot.com)

Ritual-ritual yang dilakukan di pura-pura di Subak, berfokus pada pemeliharaan hubungan yang harmonis antar manusia dan alam. Ritual-ritualnya bisa seperti penampilan musik-musik tradisi, atau penampilan tari topeng, gambuh, wayang, rejang, dan baris, ada juga pembacaan puisi dengan empat bahasa (Sanskrit, Bali, Jawa kuno, dan Jawa menengah), dan juga menyerahkan bunga, buah, dan nasi, juga ritual yang dipimpin oleh sang pemuka agama setempat. Pura-puranya juga secara kontinyu diperbaiki dengan mengerahkan tukang batu, para pengukir, pemahat, serta pelukis.

Lokasi si subak-subak itu sendiri ada lima. Lokasi pertama di Pura Ulun Danu Batur, yang terletak di pinggiran kawah Danau Batur. Pura nya dikelola oleh warga desa Batur, dan disana terdapaat 250 subak. Lokasi kedua ada di Danau Batur, yang dipercaya oleh orang Bali sebagai rumah dari Dewi Danu. Danau itu terletak di kaldera vulkanik, yang menyimpan air yang sangat berlimpah yang mengaliri sistem perairan bawah tanah, yang menambah aliran air di sungai-sungai yang memasuki kanal-kanal irigasi. Danau di bali adalah sebagai sumber air terbesar untuk subak-subaknya.

1358073069195033579
Danau batur, yang dipercaya sebagai tempat Dewi Danu (e-kuta.com)

Lokasi ketiga terdiri dari beberapa cluster dari subak, pura, dan desa yang berlokasi di lembah sungai Pakerisan. Bukti dari para arkeologi mengindikasikan bahwa lembah tersebut adalah asal muasal dari peradaban orang Bali. Air yang berasal dari sumber mata air alami disertai dengan pura-pura kuno, masih mampu menghasilkan air irigasi untuk sawah-sawah yang sudah ada sejak dahulu kala dengan cara yang masih sangat tradisional.  Oh, iya. Informasi aja sih.. kalau sempat ke Pakerisan, coba mampir ke Pura Tirta Empul, disana ada semacam pemandian yang lokasinya sih bagus bangeeet.

Lokasi keempat sekaligus yang terbesar adalah di Catur Angga Batukaru, wilayah yang bisa dibilang ‘keramat’ yang terdiri dari pegunungan, hutan, danau, dan pedesaan. Wilayah ini meliputi hutan sekaligus gunung api tertinggi kedua di Bali, Gunung Batukaru, dan juga danau Tamblingan dan Buyan di kabupaten Buleleng, yang juga sebagai sumber mata air pegunungan yang memberikan air untuk irigasi di Tabanan. Tabanan dikenal sebagai ‘lumbung padi’ nya Bali, karena memiliki tanah vulkanik yang super subur dan mengasilkan nasi merah, putih, dan hitam. Lima pura yang ada disana menggambarkan lingkungan sekitar itu. Pura yang terbesar, yaitu Pura Luhur Batu yang didedikasikan sebagai dewa gunung. Empat pura lainnya menggambarkan wilayah ‘keramat’ nya Tabanan. Sama seperti yang di Pakerisan, Catur Angga Batukaru pun masih menerapkan cara tradisional, salah satunya masih menggunakan ani-ani. Lokasi kelima adalah Pura Taman Ayun, yang berlokasi di jantung kerjaan Mengwi di kabupaten Tabanan, yang juga merupakan daerah aliran sungai Pakerisan Gianyar dan Batukaru Tabanan.  Pura ini dikelilingi oleh kolam-kolam, dan satu-satunya konsep pura yang dikelilingi oleh air kolam. Air kolam yang mengelilingi pura ini, memberikan manfaar bagi pengairan sawah disekitarnya.

13580717361677764566
mandi-mandi di Pura Tirtha Empul. Airnya langsung dari Sungai Pakerisan (flickr.com)

Ah, seandainya semua wilayah di Indonesia mengamalkan Tri Hita Karana ya. Pasti akan damai sekali. Menghormati segala yang telah dibuat oleh sang pencipta, dengan menjaganya dengan sebaik mungkin. Hasilnya? Kita pun bisa menikmatinya. Semoga subak-subak di Bali dapat terus lestari di tengah keserakahan manusia dan gencarnya pembangunan-pembangunan ekonomi pariwisata Bali. :)
Sekian sharing tentang subaknya. Kalau ada yang mau menambahkan.. silahkan :)
Salam,
Sita
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar